Penulis : Ika Mulyono Putri Wibowo, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt.
Hydromorphone atau yang lebih dikenal dengan nama dagang Jurnista merupakan analgesik opioid poten yang bekerja sebagai agonis Mu reseptor pada Central Nervous System (CNS). Obat ini merupakan derivat semi sintetik dari Morfin yang sudah mulai digunakan dalam praktik klinis sejak 1926 sebagai penghilang nyeri dengan derajat sedang sampai parah pada pasien kanker atau pada pasien yang opioid tolerant. Berbeda dengan obat anti nyeri pada umumnya dimana penggunaan obat hanya ketika merasakan nyeri saja, Hydromorphone tidak diindikasi untuk penggunaan bila perlu. Selain itu, obat ini juga tidak diindikasikan untuk terapi nyeri akut dan nyeri pasca operasi. Di Indonesia, hydromorphone tersedia dalam bentuk tablet lepas lambat dengan potensi sediaan 4 mg, 8 mg, 32 mg, dan 64 mg. Obat ini masuk dalam golongan obat narkotika. Dosis yang direkomendasikan adalah 4 mg setiap 24 jam dan tidak lebih dari 8 mg per 24 jam untuk pasien yang baru mendapatkan terpai. Dosis dapat ditingkatkan tergantung dari respon pasien.
Berdasarkan profil farmakokinetiknya, Hydromorphone memiliki onset of action antara 6-8 jam dengan konsentrasi tertinggi pada 18-24 jam dan memiliki bioavailabilitas 22-26% untuk dosis 8 mg, 16 mg, dan 32 mg. Kurang dari 30% akan berikatan dengan protein dan dimetabolisme oleh CYP2D6 melalui konjugasi dengan glukoronidase. Waktu paruh obat ini berkisar antara 2-3 jam untuk immediate release dan 11 jam untuk extended release. Pada pasien dengan gangguan ginjal bioavalabilitasnya akan meningkat 2-3 kali dan meningkat 4 kali pada pasien dengan gangguan liver.
Jika dibandingkan dengan Morfin, Hydromophone lebih cepat tereliminasi. Penelitian menunjukkan, dengan interval injeksi yang sama, ketika Hydromorphone diinjeksikan, konsentrasinya akan meningkat tajam dan turun dengan cepat. Berbeda dengan Morfin yang konsentrasinya akan meningkat dan bertahan selama beberapa jam. Hal ini disebabkan Hydromorphone cepat termetabolisme menjadi Hydromorphone-3-glucoronide yang tidak memberikan efek.
Pada pasien dengan gangguan ginjal, jika dibandingkan dengan Morfin dan Oxycodone, Hydromorphone relatif lebih aman. Morfin akan diekresi dalam bentuk metabolit aktif, Oxycodone dalam bentuk bebas dan terkonjugasi, sedangkan Hydromorphone akan diekskresi dalam bentuk metabolit inaktif. Penelitian dengan desain kohort pada 12 pasien dialysis menunjukkan lebih dari 65% penurunan nyeri. Hydromorphone akan dimetabolisme secara cepat menjadi Hydromorphone-3-glucoronide yang dapat terakumulasi, dimana peningkatan Hydromorphone-3-glucoronide sejalan dengan peningkatan sensory-type pain dan penurunan efek analgesik (p < 0,001). Penelitian juga melaporkan bahwa penggunaan Hydromophone juga tidak disertai munculnya efek toksisitas opioid.
Sebuah systematic review dari 13 artikel, menunjukkan Hydromorphone memiliki efek analgesik yang serupa dengan Morphine dan Oxycodone, sehingga obat ini dapat digunakan sebagai obat alternatif dari Morfin dan Oxycodone. Namun, superioritas Hydromorphone dibandingkan dengan kedua obat yang lain belum bisa dijelaskan. Penelitian meta-analysis dari 11 artikel yang membandingkan Hydromorphone dan Morfin menunjukkan bahwa Hydromorphone memiliki efek analgesik yang lebih baik dibandingkan Morfin pada nyeri akut (p < 0,01), sedangkan pada nyeri kronis keduanya memiliki efek analgesik yang setara.
Penelitian lain yang membandingkan efektivitas Hydromorphone dan Morfin pada bentuk sediaan immediate release maupun sustained release menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan. Namun, pada sediaan sustained release Hydromorphone signifikan lebih lama mencapai steady state dibandingkan Morfin (p < 0,001). Hal ini sejalan dengan profil farmakokinetiknya, Hydromorphone kurang efektif untuk mengatasi nyeri jangka panjang dibandingkan Morfin.
Pada dua penelitian uji secara acak, efek analgesik Hydromorphone tidak berbeda secara signifikan dibandingkan Oxycodone. Pengukuran intensitas nyeri menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) tidak menunjukkan perbedaan signifikan (p > 0,1). Hal yang sama juga ditunjukkan pada efektivitas kedua obat untuk indikasi rescue analgesic (p > 0,1).
Dari segi keamanan, efek samping yang seringkali muncul adalah konstipasi, mual, muntah, gatal, diare, dan somnolence. Pada kondisi nyeri akut, munculnya efek samping mual, muntah, dan gatal tidak berbeda pada pemberian Hydromorphone maupun Morphine, namun berbeda dengan kondisi nyeri kronis. Pada nyeri kronis, kejadian munculnya efek samping mual dan muntah lebih sering terjadi pada pemberian Hydromorphone dibandingkan dengan pemberian Morfin. Demikian halnya dengan efek samping mual, muntah, diare, dan somnolence, dimana kejadian muncul efek samping lebih sering terjadi pada pemberian Hydromophone dibandingkan Oxycodone.
Practice points
Hydromorphone merupakan derivat Morfin yang seringkali digunakan pada pasien dengan nyeri kanker. Berdasarkan pedoman tatalaksana nyeri dari WHO, Hydromorphone dapat digunakan untuk nyeri dengan derajat parah, yang setara dengan penggunaan Morfin dan Oxycodone. Hydromorphone tidak diindikasikan untuk nyeri akut atau pasca operasi dan tidak dapat digunakan bila perlu saja. Obat ini cepat termetabolisme menjadi inaktif sehingga efek analgesiknya tidak bertahan lama. Penggunaan Hydromorphone pada nyeri akut, terbukti lebih baik dibandingkan Morphine, meskipun tidak berbeda signifikan pada kondisi nyeri kronis. Sedangkan, efektivitasnya tidak berbeda signifikan dibandingkan Oxycodone. Efek samping yang sering muncul pada penggunaan Hydromorphone adalah Konstipasi, Mual, dan Muntah, yang tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan Morphine pada nyeri akut. Hydromorphone lebih aman digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal dibandingkan dengan Morphine dan Oxycodone.